Bagian Barat Jakarta 01.15 PM
Berkendara jam satu malam di Jakarta
seperti inikah rasanya, berteman dengan aspal berwarna hitam, melihat warna
temaram akibat lampu jalan yang sudah mulai terlihat padam. Merasakan warna Jakarta
yang lain, suasana tenang lalu-lintas yang ramah, telah ditunjukan dengan
indahnya “siapa” Jakarta pada malam hari.
Menikmati berkendara malam hari
di Jakarta memang menjadi sensasi sendiri yang jarang bisa dirasakan dihembus angin
malam yang katanya bisa bikin sakit ini tapi bagi-ku ini rasanya bagai surga kecil,
mengingatkan akan kota yang benar-benar bisa disebut manusiawi walaupun hanya
malam hari.
Gambir 01.52 PM
Setelah puas merasakan dan “bermesraan”
dengan suasana malam Jakarta, roda motor ini
mulai memasuki pelataran parkir stasiun terbesar di Jakarta Gambir
namanya. Jam mulai bergerak ke angka dua kurang sepuluh menit, malam kembali
menunjukan “kegagahanya” dengan menhembuskan angin dingin yang menusuk hingga
tulang.
suasana stasiun masih hidup dengan kegiatan walaupun lebih sepi dari keadaan siang hari, ada pedagang yang masih
setia menjajakan daganganya, seorang pemuda tanggung menjajakan minuman, dengan
kaos merah dari sebuah klub sepakbola liga Inggris terlihat sudah mulai lelah,
dari matanya yang tampak sayu menahan kantuk.
Di dalam stasiun masih ada bebrapa
toko 24 jam, ada warung kecil dengan aneka makanan ringan dan minuman seperti kopi instan, susu, dan jahe seduh. Badan lelah ini memutuskan untuk duduk di warung jahe seduh sambil menunggu
kedatangan kereta dari semarang.
Kereta berangkat jam 6 sore dari
semarang dan diperkirakan tiba jam 3 dini hari,masih ada waktu sekitar setengah
jam untuk sekedar meminum jahe dengan membaca atau tidur di bangku stasiun yang
sudah sepi ini.
Di dalam stasiun sudah tidak
terlalu banyak orang yang berlalu-lalang karena jadwal kedantangan kereta
kebanyakan pada pukul 3, di dalam warung juga nggak jauh berbeda, hanya ada bapak
penjual dan saya, si bapak terlihat sedang merapihkan bungkusan mie instan di
depan warungnya.
Air jahe seduh di gelas sudah
mulai berkurang menjadi setengah gelas, si bapak tampak berdiri di samping
saya, lalu bertanya “sedang nunggu mas?” saya jawab ‘iya pak” nunggu yang dari
semarang apa solo?” lanjut bapak itu lagi (karena kereta yang datang sebentar
lagi adalah dari semarang dan solo) dari "Semarang Pak," sambung ku lagi.
si bapak pun berlalu sambil membawa satu bungkus mie instan, tapi tak lama si bapak kembali ke meja sambil menarik kursi ke arahnya ia bertanya "aslinya dari mana mas?" gw pun menjawab sekenanya "asli sini pak,karena lahir disini" (sambil senyum)
si bapak yang tampaknya melihat saya lelah lalu bertanya "tinggal daerah mana mas?" "grogol pak" lanjutku dengan pertanyaan "bapak tinggal dimana?", "disini mas ,di toko ini' jawab si bapak "dalam toko ini pak?" tanya yang seakan memperjelas kalimat bapak tadi, "rumah dimana pak?" "di bojonegoro anak istri saya disana"
pertanyaan dengan nada pelan ini mencoba mencari tahu, "kalo tidur dimana pak" , "di dalam warung ini, ada ruangan kecil di dalam kalo mandi bisa pakai kamar mandi stasiun, karena rumah bagi saya dimana saya bisa nyaman dan melakukan aktivitas hidup di dalamnya mas" jawab si bapak.
02.59 pm
"sekarang bapak kangen sama anak istri" pertanyaan yang sedikit membuat bapak terlihat berpikir ,"kalo pengertian kangen dan pengen bertemu itu beda, ya sekarang saya ingin bertemu kalo kangen setiap hari mas, tapi bagi mas,sekarang lebih baik naik ke peron karena kereta semarang sudah masuk stasiun" (terdengar petugas informasi stasiun sedikit berteriak melaui speaker mengenai kedatangan kereta dari semarang).