Teringat awal bulan
ini, terjadi sebuah pertemuan bersejarah (ya, setidaknya bagi kehidupan
7 manusia di dalamnya :D).
Ketika sebuah telepon masuk ke telepon pintar ini, “Hulaaa…apa
kabar disana? “ begitu kalimat yang keluar dari suara di ujung telepon menyapa untuk membuka obrolan singkat di
telepon pintar ini, sebuah obrolan yang mengajak bersilahturahmi untuk sekedar
melihat perkembangan fisik atau bertukar cerita seputar kehidupan yang sudah di
jalani selama 4 tahun ke belakang.
Empat tahun lamanya kami ber-tujuh sudah tak bertemu
secara fisik atau bertukar cerita tentang apa saja, selama empat tahun itu kami
hanya bertukar cerita dan kabar melalui perantara
alat-alat elektronik. Kami terakhir bertemu fisik di bulan April Tahun 2008
(itu juga karena pernikahan teman)
Kami ber-tujuh sepakat untuk akhirnya bertemu
secara fiisik dengan sejumlah kompromi-kompromi karena kesibukan satu sama lain
(terdengar sok sibuk memang, padahal waktu SMA dulu setiap hari kami selalu
pulang malam ber-tujuh entah melakukan apa saja).sekarang karena tuntutan
kehidupan atau dikejar impian, sejumlah kompromi harus dilakukan demi mengumpulkan
tujuh orang “Psychopaths” ini.
“Psychopaths” ya setidaknya itu sebutan gw untuk ke-enam
teman gw yang lain mereka psikopat terhadap apa yang mereka kerjakan, mereka
psikopat terhadap apa yang mereka anggap benar, mungkin karena hal-hal itu yang
mengikat kami satu sama lain, dan kami ber-tujuh bisa menjalin pertemanan
sampai hari ini.
Kami bersepakat
menemui satu sama lain di sebuah tempat yang dulu ketika masih
berseragam putih abu-abu menjadi tempat impian untuk bisa bersenda gurau di dalamnya
sambil menikmati alunan musik cadas bersama-sama (ya itu impian kami ber-tujuh)
dan akhirnya hari itu pun tiba. Hardrock Café
Jakarta nama tempat itu (tempat yang dulu hanya dari kejauhan kami Cuma bisa
membayangkan ada di dalamnya).
Satu impian ber-tujuh kami pun sudah mendapat Cek-list,
setelah drama-drama atur jadwal selesai dan kompromi – kompromi.
Satu-persatu dari kami berdatangan, dengan membawa cerita
tentang perjalanan ke tempat ini dengan alasan-alasan yang harus mereka
sampaikan ke bos meraka untuk izin pulang cepat atau meminta izin ke Istri
meraka untuk hadir ke tempat ini, ya beberapa dari kami sudah ada yang berkeluarga
(tepatnya lima dari tujuh ) dan gw termasuk yang 2 sisanya.
Pertanyaan “apa kabar” yang di balut basa-basi pun mewarnai
awal-awal perjumpaan ini, masih terlihat canggung dan menyesuaikan diri kembali
setelah empat tahun nggak kumpul-kumpul “nakal’ kembali seperti ini (haha).
Dengan latar belakang pekerjaan yang sudah berbeda-beda
ini kami bertukar cerita tentang pilihan
hidup kami masing-masing setelah menggantung seragam putih abu-abu itu, ada
yang memilih menjadi pemadam kebakaran, menjadi Fotografer lepas, Bankir di
sebuah bank swasta, salah satu staff di Firma hukum ternama, menjadi konsultan
akuntansi, pengusaha dan gw menjadi tukang kampanye.
Dengan mendengar cerita suka-duka dengan pilihan profesi
sekarang yang di geluti, gw mulai melihat sisi-sisi dari mereka yang sudah
menghilang sepertinya, dulu mereka lantang dan berani untuk mengkritik apa saja
yang salah di sekolah kami, dari OSIS, guru yang semena-mena dan
peraturan-peraturan aneh kepala sekolah. Sekarang gw tidak melihat itu lagi
atau mungkin mereka berkompromi dengan keadaan atau juga kehidupan.
Ehhh ternyata nggak mereka aja yang seperti itu, gw pun
secara nggak sadar juga melakukan apa yang mereka lakukan sekarang, dulu
awal-awal siaran di radio kampus, gw masih suka menyelipkan sindiran atau
pandangan gw tentang kebijakan pemerintah, tapi sekarang untuk bicara tentang
itu, gw harus mikir dua kali
karena pekerjaan gw sekarang sebagai tukang kampanye itu tadi.
Jadi yang berani gw omongin dari pemerintah sekarang ya
paling gossip anak pejabat a nikah sama pejabat b, atau anaknya kawinan,sunatan
dll hahah.
Obrolan pun berlanjut dengan membicarakan perbandingan
transportasi di Jakarta dengan Kuala Lumpur, kemacetan Jakarta, pemberlakuan
BBM bersubsidi sampai kehidupan pribadi mereka yang sudah berkeluarga.
Ada cerita menarik yang gw ingat dari cerita teman gw
yang menjadi bankir,
seputar kehidupan rumah tangganya, ia bercerita tentang tantangan after Married yang ternyata menantang
dan harus berani punya Iman tebal dengan isi ulang sabar yang unlimited katanya, seperti ceritanya
setelah ia menikah justru wanita-wanita yang dulu tak pernah meliriknya kini
seolah-olah berlomba mendekatinya..
Katanya Hidup ini aneh dan dalam kondisi tertentu lucu,
dulu dengan segala upaya gw mencari jodoh kini setelah ketemu jodoh untuk
seumur hidup malah muncul “jodoh-jodoh” yang silih berganti menggoda. Dulu ketika
badan kurus ini berusaha memikat lawan jenis, gw harus menemukan fakta bahwa gw
nggak laku, katanya.
Apa karena mereka melihat gw sekarang sudah menikah jadi mereka
melihatnya gw bertanggung jawab dan bekerja, begitu selorohnya tentang
godaan-godaan setelah menikah.
Tapi dibalik cerita-cerita kehidupan mereka, setidaknya
semangat idealisme mereka masih tampak pada mata mereka yang ternyata masih
belum padam, mereka masih peduli dengan sesama, memperhatikan berita dan
keadaan Negara yang mereka cintai ini dan melakukan dengan cara mereka, dengan
cara yang mereka bisa lakukan dengan pekerjaan masing-masing dari kami.
Karena waktu masih memakai seragam putih-abu-abu kami semua
punya idealis khas anak muda yang masih penuh gelora dan belum tau dunia. Yang ceritanya
ingin melawan dunia.
Sampai ke-asyikannya, dengan beberapa gelas air putih
yang dicampur alcohol “sedikit” kami terbius suasana sampai kami merasa ini
masih di tahun 2004 ketika kami baru lulus dan menanggalkan seragam putih
abu-abu kami, sampai sebuah telepon berdering keras masuk ke
handphone milik
salah satu dari kami.
Suaranya terdengar sayup-sayup, berkata seperti ini “ayah…ayah
kapan pulangnya, adek nggak bisa tidur…” ya seorang anak perempuan berumur dua
tahun menelepon ke Handphone bapaknya yang seorang pemadam kebakaran salah satu
dari kami, yang menjadi bel ntuk mengingatkan ini waktunya pulang, dan kami
semua terkejut ketika melihat waktu yang sudah menunjukan pukul 2 dini hari.
Kami pun harus segala pulang, untuk kembali ke aktifitas
rutin paginya,kembali untuk melawan dunia tapi sebelum itu teman-teman lain
yang sudah menikah ini harus menyiapkan alasan-alasan kepada istri mereka agar
pintu rumah di buka ketika sampai rumah, niat ingin melawan dunia tapi
sepertinya harus diredam dengan Istri menunggu di rumah.
Mungkin berlaku juga buat gw nanti ketika sudah
ber-isteri. :D
Tapi sebelumnya gw ingin mengucapkan terima kasih kawan, gw menantikan
pertemuan selanjutnya di awal bulan depan, yang sudah menjadi kegiatan rutin
setiap awal bulan kami untuk tetap saling bertemu sebulan sekali minimal untuk
membicarakan perlawanan terhadap dunia atau sekedar kompromi untuk tetap hidup.