Selasa, 27 November 2012

Ceritanya ingin melawan Dunia



Teringat awal bulan  ini, terjadi sebuah pertemuan bersejarah (ya, setidaknya bagi kehidupan 7 manusia di dalamnya :D).


Ketika sebuah telepon masuk ke telepon pintar ini, “Hulaaa…apa kabar disana? “ begitu kalimat yang keluar dari suara di ujung telepon  menyapa untuk membuka obrolan singkat di telepon pintar ini, sebuah obrolan yang mengajak bersilahturahmi untuk sekedar melihat perkembangan fisik atau bertukar cerita seputar kehidupan yang sudah di jalani selama 4 tahun ke belakang.


Empat tahun lamanya kami ber-tujuh sudah tak bertemu secara fisik atau bertukar cerita tentang apa saja, selama empat tahun itu kami hanya bertukar cerita dan kabar  melalui perantara alat-alat elektronik. Kami terakhir bertemu fisik di bulan April Tahun 2008 (itu juga karena pernikahan teman)

Kami ber-tujuh sepakat untuk akhirnya bertemu secara fiisik dengan sejumlah kompromi-kompromi karena kesibukan satu sama lain (terdengar sok sibuk memang, padahal waktu SMA dulu setiap hari kami selalu pulang malam ber-tujuh entah melakukan apa saja).sekarang karena tuntutan kehidupan atau dikejar impian, sejumlah kompromi harus dilakukan demi mengumpulkan tujuh orang “Psychopaths” ini.


“Psychopaths” ya setidaknya itu sebutan gw untuk ke-enam teman gw yang lain mereka psikopat terhadap apa yang mereka kerjakan, mereka psikopat terhadap apa yang mereka anggap benar, mungkin karena hal-hal itu yang mengikat kami satu sama lain, dan kami ber-tujuh bisa menjalin pertemanan sampai hari ini.


Kami bersepakat  menemui satu sama lain di sebuah tempat yang dulu ketika masih berseragam putih abu-abu menjadi tempat impian untuk bisa bersenda gurau di dalamnya sambil menikmati alunan musik cadas bersama-sama (ya itu impian kami ber-tujuh) dan akhirnya hari itu pun tiba. Hardrock CafĂ© Jakarta nama tempat itu (tempat yang dulu hanya dari kejauhan kami Cuma bisa membayangkan ada di dalamnya).


Satu impian ber-tujuh kami pun sudah mendapat Cek-list, setelah drama-drama atur jadwal selesai dan kompromi – kompromi.
Satu-persatu dari kami berdatangan, dengan membawa cerita tentang perjalanan ke tempat ini dengan alasan-alasan yang harus mereka sampaikan ke bos meraka untuk izin pulang cepat atau meminta izin ke Istri meraka untuk hadir ke tempat ini, ya beberapa dari kami sudah ada yang berkeluarga (tepatnya lima dari tujuh ) dan gw termasuk yang 2 sisanya.


Pertanyaan “apa kabar” yang di balut basa-basi pun mewarnai awal-awal perjumpaan ini, masih terlihat canggung dan menyesuaikan diri kembali setelah empat tahun nggak kumpul-kumpul “nakal’ kembali seperti ini (haha).


Dengan latar belakang pekerjaan yang sudah berbeda-beda ini kami bertukar cerita tentang  pilihan hidup kami masing-masing setelah menggantung seragam putih abu-abu itu, ada yang memilih menjadi pemadam kebakaran, menjadi Fotografer lepas, Bankir di sebuah bank swasta, salah satu staff di Firma hukum ternama, menjadi konsultan akuntansi, pengusaha dan gw menjadi tukang kampanye.


Dengan mendengar cerita suka-duka dengan pilihan profesi sekarang yang di geluti, gw mulai melihat sisi-sisi dari mereka yang sudah menghilang sepertinya, dulu mereka lantang dan berani untuk mengkritik apa saja yang salah di sekolah kami, dari OSIS, guru yang semena-mena dan peraturan-peraturan aneh kepala sekolah. Sekarang gw tidak melihat itu lagi atau mungkin mereka berkompromi dengan keadaan atau juga kehidupan.


Ehhh ternyata nggak mereka aja yang seperti itu, gw pun secara nggak sadar juga melakukan apa yang mereka lakukan sekarang, dulu awal-awal siaran di radio kampus, gw masih suka menyelipkan sindiran atau pandangan gw tentang kebijakan pemerintah, tapi sekarang untuk bicara tentang itu, gw harus mikir dua kali karena pekerjaan gw sekarang sebagai tukang kampanye itu tadi.

Jadi yang berani gw omongin dari pemerintah sekarang ya paling gossip anak pejabat a nikah sama pejabat b, atau anaknya kawinan,sunatan dll hahah.


Obrolan pun berlanjut dengan membicarakan perbandingan transportasi di Jakarta dengan Kuala Lumpur, kemacetan Jakarta, pemberlakuan BBM bersubsidi sampai kehidupan pribadi mereka yang sudah berkeluarga.

Ada cerita menarik yang gw ingat dari cerita teman gw yang menjadi bankir, seputar kehidupan rumah tangganya, ia bercerita tentang tantangan after Married yang ternyata menantang dan harus berani punya Iman tebal dengan isi ulang sabar  yang unlimited katanya, seperti ceritanya setelah ia menikah justru wanita-wanita yang dulu tak pernah meliriknya kini seolah-olah berlomba mendekatinya..


Katanya Hidup ini aneh dan dalam kondisi tertentu lucu, dulu dengan segala upaya gw mencari jodoh kini setelah ketemu jodoh untuk seumur hidup malah muncul “jodoh-jodoh” yang silih berganti menggoda. Dulu ketika badan kurus ini berusaha memikat lawan jenis, gw harus menemukan fakta bahwa gw nggak laku, katanya.

Apa karena mereka melihat gw sekarang sudah menikah jadi mereka melihatnya gw bertanggung jawab dan bekerja, begitu selorohnya tentang godaan-godaan setelah menikah.


Tapi dibalik cerita-cerita kehidupan mereka, setidaknya semangat idealisme mereka masih tampak pada mata mereka yang ternyata masih belum padam, mereka masih peduli dengan sesama, memperhatikan berita dan keadaan Negara yang mereka cintai ini dan melakukan dengan cara mereka, dengan cara yang mereka bisa lakukan dengan pekerjaan masing-masing dari kami.


Karena waktu masih memakai seragam putih-abu-abu kami semua punya idealis khas anak muda yang masih penuh gelora dan belum tau dunia. Yang ceritanya ingin melawan dunia.


Sampai ke-asyikannya, dengan beberapa gelas air putih yang dicampur alcohol “sedikit” kami terbius suasana sampai kami merasa ini masih di tahun 2004 ketika kami baru lulus dan menanggalkan seragam putih abu-abu kami, sampai sebuah telepon berdering keras masuk ke handphone milik salah satu dari kami.

Suaranya terdengar sayup-sayup, berkata seperti ini “ayah…ayah kapan pulangnya, adek nggak bisa tidur…” ya seorang anak perempuan berumur dua tahun menelepon ke Handphone bapaknya yang seorang pemadam kebakaran salah satu dari kami, yang menjadi bel ntuk mengingatkan ini waktunya pulang, dan kami semua terkejut ketika melihat waktu yang sudah menunjukan pukul 2 dini hari.


Kami pun harus segala pulang, untuk kembali ke aktifitas rutin paginya,kembali untuk melawan dunia tapi sebelum itu teman-teman lain yang sudah menikah ini harus menyiapkan alasan-alasan kepada istri mereka agar pintu rumah di buka ketika sampai rumah, niat ingin melawan dunia tapi sepertinya harus diredam dengan Istri menunggu di rumah.

Mungkin berlaku juga buat gw nanti ketika sudah ber-isteri. :D

Tapi sebelumnya gw ingin mengucapkan terima kasih kawan, gw menantikan pertemuan selanjutnya di awal bulan depan, yang sudah menjadi kegiatan rutin setiap awal bulan kami untuk tetap saling bertemu sebulan sekali minimal untuk membicarakan perlawanan terhadap dunia atau sekedar kompromi untuk tetap hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar